ASALIST POST
Selama
kita masih menghirup oksigen, sesungguhnya kita hanya mengalami perulangan dari
hari ke hari. Siang dan malam hanyalah untuk membedakan antara gelap dan
terang, matahari kita tetaplah yang itu juga. Bumi yang kita tinggali pun
tidaklah berbeda dengan yang kemarin. Lalu kenapa kita harus ‘hidup
tergesa-gesa’ seakan dunia segera berakhir hanya karena ada kata ‘sudah malam’,
sudah sore, dan lain-lain. Konsep waktu dan hitungan kalender bisa saja menjadi
penjara bagi kehidupan manusia, meski dengan manisnya disebut sebagai
peradaban. Kita hanya mengalami ritme suksesi dari hari ke hari, kita terjebak
dalam 'keinginan yang menjadi sebuah alasan untuk hidup, alasan itu pun
terkesan dibuat-buat karena kurangnya pencahayaan dalam otak kita yang hampir buta
untuk memahami bahwa 'segala sesuatu ada, lahir, bergerak, tumbuh dan berakhir
mati adalah pasti terhimpun, terangkum dan terpetakan dalam Kuasa-Nya, Dia-lah
yang mengatur segala sesuatu.
Mari
kita cermati hidup kita semenjak mata kita terbuka di pagi hari. Kita menyebutnya
'bangun tidur'. Andaikan kita rela untuk membuat simpulan hidup sepanjang usia
yang tengah kita jalani dalam ‘putaran sang waktu’ ini dengan sebuah metafora
tentang “HIDUP DUA HARI”.
Ketika
kita lahir serupa ‘bayi kecil-mungil’ dan membahagiakan, itulah hidup kita di
pagi hari. Kisah sang waktu ini pun, akan sangat beragam sesuai kehendak sang
pencipta yang melahirkannya. Lalu kita
pun beranjak menjadi anak remaja dan dewasa, itulah serupa ‘sang pagi’ mulai
bergerak menyambut sinar mentari untuk singgah ‘di siang nan panas’ dengan ‘semangat
dan emosi meraih mimpi masa depan.
Tanpa
terasa, petang pun menjelang menyapa ‘dewasa’ yang mulai ‘ringkih’ dibalut tua
renta. Hingga matahari tenggelam melahirkan ‘sang malam’ sebagai isyarat ‘manusia
telah menutup mata’ untuk mengakhiri ‘hidupnya. Inilah sebuah masa terlelap
dalam tidur serupa di ALAM KUBUR. Tersenyum dengan mimpi indahnya karena selama
siang hari tadi mampu membahagiakan dan menghidupkan harinya. Namun ada pula
yang meringis dan menangis karena didera mimpi buruk yang berkepanjangan karena
hanya bisa mencipta siang hari yang sia-sia tanpa guna. Nestapa dirasa
sepanjang lelapnya, menanti HARI KEDUA sebagai HARI PERHITUNGAN dan HARI PEMBALASAN.
Inilah hari dimana sangat tergantung dari sebelumnya yang tidak dapat terulang.
Manakala kita mampu mempersiapkan diri untuk HIDUP DI HARI KEDUA, tentunya kita
akan bahagia di hari kedua tersebut. Semisal hari pertama sebelum tidur kita ‘menyimpan
bekal yang cukup berupa makanan dan buah yang ranum’ maka di pagi hari pada
hari kedua pun kita akan mampu tersenyum. Namun jika sebaliknya, membuang waktu
percuma di hari pertama, maka hari kedua pun menjadi hampa.Itulah umpama hidup
kita saat ini, lalu mati di alam kubur, kemudian berjumpa dengan alam akhirat
yang penuh keabadian. Hidup dalam dua hari tak dapat terulang, demikian pula
hidup kita yang panjang dengan lima tahapan alam. Alam jiwa, alam janin, alam
dunia, alam kubur dan alam akhirat, semuanya pun tak mungkin dapat terulang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
Saya
akan coba membantu untuk memahami segenap alam tersebut dengan beberapa
sentuhan alam kekini-an. Alam jiwa, tentu saja dengan perihal ‘bangun tidur’
tadi. Sang janin mulai berjiwa bisa kita rasakan ketika detik pertama kita ‘terbangun’
dari tidur. Kemanakah jiwa kita di kala ‘terlelap’ tidur. Itulah simulasi ‘mati’
bagi kita. Setelah kematian, kita pun memasuki babak baru dimensi kehidupan
yang disebut alam kubur. Alam ‘janin’ pun
serupa dengan kehidupan di alam kubur dengan ‘ketiadaan’ oksigen, tumbuhan
maupun hewan. Tuhan telah mengajari kita, bagaimana sang janin hidup dan tumbuh
dalam ‘kegelapan’. Memahami ‘alam kubur’ tak mungkin terjangkau secara logika.
Karena tuhan memberi karunia rasa di hati yang disebut iman. Namun bagi hati
yang mendapatkan petunjuk sang pencipta, maka cukuplah perumpaan kehidupan sang
janin untuk membangun keyakinan dan keteguhan iman.
Itulah sebuah contoh, bagaimana di akhirat
nanti semua manusia akan hidup abadi, diabadikan oleh tuhan sang pencipta dalam
sebuah dimensi kehidupan yang disebut surga dalam usia muda sebaya. Lalu ada
sebagian manusia hidup dalam dimensi kehidupan yang disebut neraka, dengan
mengalami siksa yang berulang-ulang serta mengalami pertumbuhan kulit dan
tulang yang berulang-ulang pula. Agar dirasa sakit yang tiada terkira secara
berulang-ulang, sebagaimana di masa hidup dunia berlaku kejahatan tanpa bosan,
berulang-ulang. Semoga Allah menjaga kita semua dari segala kecelakaan. Amiin
Itulah sekelumit metafora tentang ‘bangun
tidur lalu hidup dua hari’